CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA
Di Kota Kolaka.
Asai mula Padi dan Dewa Padi
(SANGGOLEO MBAE)(Part 2)
Ketika mereka berada di rumah berkatalah Ndina Iaro: ”Wahai Langgaimoriana janganlah engkau tidur-tidur saja, pergilah tengok padimu sudah masak dan buat padi.” Langgaimoriana menjawab: "Bagaimana hendak membuat rumah padi, ladang kita sempit sekali.” Ndina Iaro berkata lagi: ”Ya buat bukan engkau yang tahu. Dewi sri punya kuasa. Langgaimoriana menanyakan berapa depa luas rumah itu. Diperintahkan membuat rumah padi panjang sembilan depa dan lebar tujuh depa. Langgaimoriana menyiapkan ramuan selama tujuh hari. Sesudah itu mulai mendirikan tiangnya, kemudian memasang kasau, atap, lantai dan dinding. Sesudah selesai rumah padi itu keseluruhan, pergilah ia melaporkan kepada orang tua perempuan bahwa rumah padinya telah selesai, orang tua perempuan itu memerintahkan agar ia diantar ke rumah itu.
Sesampai di rumah padi itu disuruhnya Langgaimoriana membuat jalan dari rumah padi sampai di tempat ia mulai menuai dengan jalan merebahkan pohon padi ke kiri dan kanan. Diperintahkannya pula agar orang tua laki-laki di tempatkan di rumah padi dan ia di tempatkan di mana ia akan mulai menuai. Setelah itu orang tua perempuan menanyakan apakah Langgaimoriana pandai menuai. Ia menjawab bahwa pandai, hanya tidak tahu caranya. Disuruhnyalah pergi melihat rumpun padi yang batang padinya sama besar kemudian mengikatnya dan membakar kemenyan. Kesemuanya itu diselesaikan Langgaimoriana. Perempuan tua itu menanyakan juga beberapa banyaknya pengikat, Langgaimoriana sediakan. Langgaimoriana mengatakan bahwa ia belum mengambil. Disuruhnya Langgaimoriana pergi mengambil rotan untuk mengikat dan Ndina Iaro diperintahkan mulai menuai. Pesanannya kepada Langgaimoriana agar mengambil pengikat sebanyak mungkin jangan hanya sambil ratusan saja tetapi harus berjumlah ribuan.
Ndina Iaro mulai menuai, dan Langgaimoriana pergi mengambil rotan dan merautnya di tempat rumah padi. Setelah waktu duhur di panggilnya Langgaimoriana untuk mulai mengikat. Langgaimoriana sejak dari duhur sampai magrib, padi yang sudah diketam belum selesai. Berkatalah perempuan tua itu; ”Wahai Langgaimoriana berhentilah mengikat dahulu dan angkut padi yang sudah ini ke rumah padi dan engkau Ndina Iaro berhenti mengetam lalu membantu angkut padi yang sudah di ketam.
Mereka mengangkut padi sampai tengah malam baru selesai. Sesudah itu orang tua perempuan perintahkan. Langgaimoriana agar ia diantar di rumah padi dan setiap pagi dikembalikan lagi di tempat di mana mulai berdiri mengetam. Langgaimoriana dan Ndina Iaro kembali di rumah mereka. Mereka sudah diberikan beras tujuh biji. Setiap hendak memasak hanya sepotong yang dimasak. Setiap pagi mereka melaksanakan perintah orang tua perempuan itu sesuai apa yang telah dipesankan. Setiap hendak mulai mengetam orang tua perempuan itu menyodorkan tongkatnya sejauh tidak sampai sejengkal. Disitulah mereka mulai berdiri mengetam sampai selesai. Mereka mengetam sudah semalam, dua malam, tiga malam, empat malam, tujuh malam, sudah sampai sebulan. Padi sudah bertumpuk-tumpuk.
Pada waktu itu merekalah yang tersohor mendapat padi yang banyak, Orang-orang berkerumun datang meminta untuk membantunya dengan jalan mengharapkan pemberian dengan padi. Permintaan itu Ndina Iaro tidak serentak mengabulkan tetapi dengan berkata: ”Saya tidak dapat memutuskan dahulu, karena akan kulihat dahulu keadaan padiku apakah memungkinkan atau tidak. Tunggulah dahulu nanti saya datang berikan keputusan”. Ndina Iaro bergegas-gegas menyampaikan hal itu kepada Dewi Sri. Dewi Sri membolehkan, tetapi mereka harus taat kepada tabuh ialah jangan ribut.
Sejumlah empat puluh orang mulai berdiri dari ujung keujung dengan rapat hampir-hampir bertemu bahu dan mulai menuai padi. Setelah mereka sampai di perbatasan kembali menoleh ke belakang, padi yang telah diketam sudah berbuah kembali. Mereka kembali lagi menuai padi itu. Langgaimoriana memanggil tujuh orang untuk membantunya mengikat sampai magrib, tetap tidak dapat selesai. Dewi Sri berkata: ”Hai.. janganlah terus-menerus pengikat baiklah mulai mengangkut juga karena sudah malam dan berikanlah bahagian orang-orang itu: Langgaimoriana bertanya: ”Berapa bahagian setiap orang”. Dewi Sri berkata lagi: ”Bahagi tiga, sebahagian mereka ambil dan dua bahagian engkau ambil. Pesan pula supaya besok mereka datang lagi, asalkan jangan ribut.”
Besoknya kembali orang banyak itu mengetam. Padi yang dibelakang masak lebih baik dari padi yang pertama. Mereka telah sebulan, dua bulan menuai padi masih belum apa-apa. Seluruh orang-orang di kampung telah datang membantu. Rumah padi yang sudah penuh sesak, terpaksa membuat lagi sampai tujuh buah rumah, belum juga termuat.
Sesudah tujuh bulan padi itu diketam tidak selesai juga. Mengingat padi yang sudah diketam akan rusak apabila tidak lekas dimasukkan dalam lumbung, terpaksa laki-laki diperintahkan membuat lumbung dan perempuan tetap menuai. Sebanyak tujuh buah lumbung dibuat belum dapat menampung isi sebuah rumah Padi. Orang-orang banyak sudah jemu menuai, lalu mereka bergembira ria dengan jalan memukul bekas tempat sagu, gong. Di samping itu mereka menari-nari dengan bersorak-sorak dengan tidak mempunyai beras. Padi masih tetap seperti biasa. Mereka mengambil lagi kayu tempat pembuatan pakaian dari kulit kayu, lalu dipukul-pukul lagi. Disinilah mereka mengingkari janji.
Tiba-tiba orang tua wanita berkata: ”Wahai Ndina Iaro dan Langgaimoriana perbuatan-perbuatan itu sudah membangkitkan kemarahanku. Saya telah berikan sejengkal dilakukan sedepa.
Jadi kamu semua tidak akan mendapat makanan lagi. Kalau egkau berdua diam. Tetapi itu kawan-kawanmu luar biasa. Tinggallah dan aku berangkat, jangan menyesal di belakang hari. Saya tidak akan kembali lagi.
Ndina Iaro Langgaimoriana tunduk dengan menangis. Mereka masih taati peraturan, tetapi orang banyak yang berbuat. Padi yang belum diketam mulai beterbangan, kemudian jerami, menyusul padi yang ada di rumah dan semua pula yang ada di lumbung. Sejak itu mereka tidak ada makanan, karena padi tidak ada lagi. Ubu hitam tidak berisi. Daun-daun tidak ada yang pantas dimakan. Mata air pun sudah kering mereka sudah kelaparan dan melarat.
Ndina Iaro tinggal berdiam diri karena orang-orang itu sudah kembali di tempat masing-masing. Setiap waktu ia menangis merenungkan nasibnya dan bagaimana caranya mendapat makan. Segera ia mengambil bakulnya lalu berjalan mengikuti sungai menuju kehilir. Pohon-pohon sayur paku kesemuanya sudah layu. Sementara ia berjalan kedengaranlah olehnya suara burung. Dengan berkata: ”Wahai Ndina Iaro”. Saya ada melihat setangkai padi berbulir tujuh biji, terjepit di atas betung kuning, sangat sukar untuk diambil karena tinggi tempatnya.
Ndina Iaro berkata juga: ”Kalau mau, ambilkanlah saya berikan upah.” Burung pipit menjawab: "Bagaimana dapat diambil saya tidak dapat terbang kesana karena terlalu tinggi tempatnya.” Tiba-tiba muncul tikus putih dengan berkata: ”Wahai Ndina Iaro, saya sanggup mengambil, asalkan engkau memberi upah kepadaku”. Ndina Iaro menyahut: ”Pergilah ambil nanti aku berikan upah”.
No comments:
Post a Comment