Cerita Rakyat Kolaka : Asai mula Padi dan Dewa Padi (Part 3)

CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA 
Di Kota Kolaka.

Asai mula Padi dan Dewa Padi
(SANGGOLEO MBAE)(Part 3)

Tikus putih berkata: ”Ambilkanlah kelapa yang habis dibakar, saya makan dahulu karena jalan sangat sulit”. Ndina Iaro pergi membakar kelapa, kemudian diberikan kepada tikus putih itu. Ia habiskan sepotong, kemudian berkata: ”Aku sudah kuat, tunggulah di bawah pohon betung kuning, agar engkau saksikan saya naik ambil. Padi itu saya lihat juga hanya setangkai. ” Apakah engkau sanggup pelihara?” Ndina Iaro menjawab: ”Ya sanggup”. Tikus putih itu datang dipohon betung kuning membuat lubang untuk jalan di dalam Tujuh bulan tujuh hari dalam perjalanan baru sampai di tempat itu. Padi itu diambilnya kemudian kembali mengikuti jalan yang telah dilaluinya, Ketika masuk dalam bambu, terkait padi itu sehingga terlepas dan jatuh di tanah. Padi itu dipungut oleh babi.

Burung pipit cepat-cepat datang menyampaikan berita kepada Ndina laro bahwa padi sudah diambil tikus putih dan tidak lama ia akan tiba. Sekonyong-konyong muncul tikus putih dengan berkata: ”Wah sial sekali padi itu jatuh”. Ndina laro berkata pula: ”Jadi bagaimana tikus putih menjawab: ”Sabar saja nanti saya cari”. Burung pipit cepat-cepat terbang untuk pergi mencari padi itu. Tikus putih pun sudah berangkat pula. Tiba-tiba muncul dengan berkata: ’He .. Ndina laro saya memungut padi” Ndina laro bertanya: ”Di mana tempatmu pungut padi apa namanya?” Babi menjawab: ”Surungadi”. Sementara Ndina laro dan babi bersoal jawab, burung pipit dan tikus tiba kembali. Babi berkata: ”Baiklah kita bagi untuk dimakan. Burung pipit berkata juga: ”Bagaimana kalau dibagi-bagi untuk di makan saja saya tidak akan kenyang”. Tikus berkata juga: ”Saya yang mengambilnya dengan susah payah memanjat”. Burung pipit berkata pula: ”Saya yang melihat”. Babi berkata: Saya yang memungutnya, baiklah saya saja yang makan”. Ketika mereka berkelakar Ndina laro berkata: ”He .. janganlah, janganlah kasihan. Begini saja, nanti saya yang putuskan kalau kalian hendak setuju. Marilah padi itu saya pelihara. Tujuh tahun saya pelihara, kalau sudah berhasil dan banyak barulah dapat ambil makan. Kalau hanya setahun dua tahun, jangan dahulu menuntut karena belum banyak. Keputusan itu mereka semua setuju.

Tujuh butir padi itu diambilnya, lalu ditanam. Tumbuh jadi tujuh pohon. Setelah masak diketamnya hanya segenggam ditanamnya lagi kembali berhasil dengan bertambah banyak. Seterusnya ia kembangkan dan selalu berhasil. Setelah beberapa kali ia kembangkan datanglah burung pipit, tikus, babi masing-masing minta bahagian. Ndina laro berkata: ”Jangan dahulu berikan kesempatan sekali lagi saya kembangkan. Setelah tiba waktu perjanjian burung pipit muncul lebih dahulu meminta bahagiannya. Ndina laro berkata: ”Begini engkau burung pipit apabila waktu sedang mulai berisi seperti air susu sudah dapat mengisap, tetapi apabila sudah ada obatku, berhentilah tidak boleh makan lagi”. Burung pipit bertanya: "Bagaimana tandanya obatmu itu? Ndina laro berkata lagi: ”Obatku ialah buah enau dengan lidinya dan jahe. Kalau sudah terpancang benda-benda itu berarti engkau burung pipit dengan nama samaran burung anak Bidadari, jangan makan lagi tetapi berhentilah.
Muncullah tikus putih dengan berkata: ”Kalau saya, bagaimana perjanjian kita. Saya akan makan sesuka hati karena upahku”. Ndina Iaro menjawab: "Engkau tikus putih dengan nama samaran tikus emas, kalau saya sudah datang manterai dengan menyimpan jahe tempuling dan telur. Jadi itulah jampianku. Bunyi manteranya sebagai berikut:

Aku berikan jampian sebagai obat,
Kepadamu tikus putih/tikus emas,
Kalau berada di sarangmu,
Engkau akan tunduk dan taat,
Walaupun engkau berada di dasar laut,
Kalau sudah dijampi/diobati,
Engkau akan tunduk dan taat,
Aku sudah melarangmu,
Terlaranglah engkau,
Dan berhenti untuk memakan padiku.

Babi muncul pula menuntut dengan berkata:
"Bagaimana saya?” Ndina laro menjawab: ”Engkau empunya tanah sebagai nama samaran, karena menurut riwayat engkau-engkaulah yang penguasa tanah. Jadi kalau saya sudah berkata: ”Sembah sejahtera kepadamu yang empunya tanah”. Kalau engkau sudah melihat pagarku, janganlah masuk ambil. Sudah dipagari berarti saya telah melarang. Jadi berhentilah dan pergilah makan padinya yang lain. Padi saya jangan dimakan karena saya sudah obati. Inilah perjanjian kita. Ndina Iaro berkata lagi: ”Tahun ini saya berladang dan akan mulai memberikan bagianmu masing-masing. Engkau burung pipit, engkau juga tikus putih dan engkau pula babi, kalau padi sudah jadi dan baik ambillah bahagianmu. Tetapi kalau sudah ada obatku, berhentilah engkau sekalian”. Babi berkata: ”Saya akan mulai mengambil setelah engkau selesai menugal”. Ndina Iaro menyahut: ”Baiklah asal jangan ambil semua yang ada di lubang.

Ndina Iaro mulai membabat, sudah itu ia menebang kayu-kayu besar kemudian sesudah kering dibakarnyalah dan seterusnya tibalah masanya menugal. Sesudah menugal, babi mulai mengambil bahagian dengan jalan memakan yang ada di pinggir lubang. Sesudah tumbuh padi, babi lari tetapi tikus mulai makan sampai padi itu diketam. Begitu pula burung pipit sesudah mulai berisi seperti air susu, ia mengambil juga bahagian. Begitulah biasa terjadi apabila orang menanam padi.
Asai mula Padi dan Dewa Padi
Asai mula Padi dan Dewa Padi

No comments:

Post a Comment