Cerita Rakyat Kolaka : Elang Besar/Burung Garuda

CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA 
Di Kota Kolaka.

Elang Besar/Burung Garuda
(KONGGO OWOSE)

Sekali peristiwa di Negeri Sorume, yakni negeri yang kini dinamakan Negeri Kolaka, terjadi suatu peristiwa besar yang mengacaukan penduduk. Penduduk merasa takut untuk pergi kemana saja guna mencari bahan makanan sehari-hari, karena takut kepada burung elang besar (burung garuda). Burung elang besar itu biasanya turun menerkam kerbau dan lalu diterbangkannya pergi untuk dimakannya. Setelah kerbau habis lalu ia pindah kepada orang. Tempat dimana burung itu senantiasa melakukan penerkaman dinamakan padang luas di Bende. Padang luas di Bende merupakan jalan lalu lintas pokok manusia. Rupanya telah tiada seorang pun yang mampu melalui tempat itu. Jikalau mereka melalui tempat itu sudah pasti burung elang besar menerkam, rupanya telah kehabisan akal bagi orang pandai dalam mencari jalan untuk membunuh burung elang besar itu, seorang pun tak ada yang menemukan cara. Disaat mereka itu ditimpa kesusahan datanglah suatu kabar dari Negeri Solumba yang kini di namakan Negeri Balandete. Bahwa ada seorang, orang pandai lagi pula berani, matang, orang itu baru saja datang dari negeri atas kayangan, ia mempunyai sebilah keris dan sehelai sarung yang digunakannya dalam terbang.

Nama orang itu ialah ”Larumbalangi”. Maka pergilah mereka itu kepadanya untuk bertemu (Menemuinya). Setelah mereka itu tiba lalu mereka menceritakan kepadanya segala apa saja yang senantiasa merupakan peristiwa besar, yang menyusahkan penduduk. Serta merta Larumbalangi mendengar apa yang dice-ritakan oleh mereka itu, lalu ia tersenyum sambil berkata: Janganlah susah, pergilah engkau sekalian mengambil teras pohon buluh, kemudian engkau sekalian membuat bambu runcing sebanyak-banyaknya. Engkau sekalian mengumpulkan tombak, baik yang biasa maupun yang bercabang kemudian engkau memasangnya di tempat mana yang biasa didatangi oleh burung itu. Agar supaya burung elang itu segera datang, kiranya engkau sekalian mengumpannya dengan orang. Orang yang akan dijadikan umpan adalah lelaki yang kuat lagi pula berani Segala macam tomak engkau memasangnya di sekeliling tempat orang yang dijadikan umpan itu. Di sepanjang pinggir tempat umpan orang itu ngkau memasang ranjau.

Pada waktu itu juga mereka melakukan apa-apa saja yang dikatakan oleh Larumbalangi. Dipanggillah segala laki-laki kesatria dari beberapa negeri. Lalu mereka itu datang siapa yang suka menjadi umpan. Seorang pun tidak ada yang mau kecuali laki-laki kesatria Tasahea yaitu negeri Loeya sekarang. Tidak lama kemudian setelah mereka selesai memasang umpan, gelaplah suasana langit, muncullah burung elang besar datang mengintai ladang luas di Bende. Serta merta burung itu melihat seorang-orang, maka teruslah ia turun menerkamnya. Disaat ia hendak menerkamnya, ditusukkanlah tombak yang sebaya dengan laki-laki kesatria. Tasahea, kena tepat pada jantungnya. Disaat ia hendak terbang sayapnya lalu tertusuk pada tombak yang ranjang lagi lurus serta pada ranjau. Karena merasa sakitnya lalu burung itu terbang kembali, sambil tertumpah dan terpancar darahnya. Ia terbang menuju Pomalaa, melalui Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, pula Maniang, dan jatuh di atas gunung Mekongga. Di tempat-tempat mana darahnya jatuh tanah menjadi merah.

Di mana tempat jatuhnya darah yang bergumpal-gumpal tanahnya merah kehitam-hitaman dengan berbentuk batu nekel. Setelah 7 malam elang besar itu mati, datanglah bau yang sangat busuk. Orang banyak yang menderita sakit perut dan banyak yang meninggal. Setelah bau busuk datang muncullah ulat diseluruh air, tanah dan daun-daun kayu. Orang banyak yang kelaparan, dan banyak sekali yang meninggal. Mereka pun pergi kepada Larumbalangi menceriterakan segala sesuatu yang telah terjadi.

Larumbalangi pun segera meminta doa kepada sanghyang agar supaya hujan keras turun. Tujuh hari tujuh malam hujan turun, semua anak-anak sungai atau kali-kali kecil menjadi banjir segala macam ulat keluarlah menuju laut dan menjadi ikan. Segala tulang belulang dari pada elang, dihanyutkanlah air ke laut dan menjadilah batu karang. Konon itulah sebabnya maka laut di Kolaka banyak ikannya dan banyak karangnya.

Gunung tempat matinya elang dinamakanlah gunung ”Mekongga yang artinya gunung tempat matinya elang besar. Sungai besar di mana terdapat tulang elang disebut ”Lamekongga” yang artinya: yang membawa hanyut tulangnya elang. Negeri Sorume di robahlah namanya menjadi Negeri Mekongga. Laki-laki kesatria dari negeri Loeya yang telah menjadi umpan burung elang tidak boleh dijadikan budak, mereka menjadi bangsawan.

Larumbalangi dilantik menjadi tokoh dan pemimpin Negeri di Mekongga. Sebelum dan sesudahnya di dilantik raja Mekongga. Wilayah negeri itu terdiri dari tujuh wilayah yang dinamakan wilayah keperintahan ”tonomotuo” yang pada waktu itu statusnya sebagai ”tobu”.

Terbentuklah adat; Pada setiap kali diadakan pelantikan seorang raja di Mekongga dari ketujuh wilayah keperintahan, salah satu dari padanya yakni ”tonomotuo” di Sabilambo bertindak sebagai wakil dari ke tujuh wilayah negeri tersebut dalam hal menentukan pengganti seorang raja. Sejak dia menjadi raja sampai wafat, kehidupan dan penghidupan orang-orang di negeri Mekongga sangat baik dan makmur sentosa. Semua penduduk negeri sangat mencintainya, sebab dia ahli pandai serta arif bijaksana terhadap orang yang ditimpa kesusahan dan kesulitan.

Elang Besar/Garuda
Elang Besar/Garuda

No comments:

Post a Comment