Cerita Rakyat Kolaka : Kura-kura dan Kera

CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA 
Di Kota Kolaka.

Kura-kura dan Kera
(KOLOPUA RONGA O HADA)

Pada suatu waktu ketika kura-kura sedang berdiam diri, tiba-tiba datang kera. Ia melihat kura-kura sedang mengasah parangnya. Ia berkata, ”Ke mana paman hendak pergi?” Kura-kura menjawab, ”He aku hendak membabat kebunku. ”He saya juga paman turut serta. ”Kura-kura berkata, ”Baiklah walaupun saya sendiri mau pergi apa lagi sudah ada teman.” kura-kura berkata, "Bagaimana paman parangku tidak ada”. Kura-kura menjawab, ”He . . ada parangku yang tidak berhulu itu nanti ya perbaiki hulunya.”

Diambilnya parang itu lalu dijepitnya dengan rotan kemudian diikatnya sesudah diasah mereka pergi membabat. Kera hanya membabat sepohon kayu tetapi kura-kura luas sekali tempatnya membabat. Kera hanya pergi melihat-lihat buah-buahan dan petiknya, kemudian datang berkata, ”He . . saya sudah memeras luas sekali, kenapa paman terlalu lambat.” Kura-kura menjawab, ”He . . patut karena engkau anak muda dan saya ini orang tua.” Ia berkata lagi, ”Baiklah paman kita kembali.” Mereka kembali bersama-sama. Besoknya tiba-tiba muncul lagi kera, berkata, "Bagaimana paman?” Kura-kura menyahut,”He . . saya akan pergi mencari anak pisang untuk ditanam”. Kera berkata lagi, ”He Saya juga mau ikut paman”, Kura-kura menjawab: Itu maksud yang baik. Sedang saya sendiri mau menanam apalagi kalau ada teman.

Mereka sepakat, kemudian pergi mengambil anak pisang. Sesudah itu mereka kembali menggali lubang ditanam. Karena panas matahari, mereka siram dengan air. Tidak lama itu habis ditanam, maka tumbuhlah ia. Setiap pucuk pisang kera muncul selalu dicubitnya. Tetapi pisang kura-kura sangat subur tumbuhnya karena setiap hari ia bersihkan dengan menyabit rumputnya. Pisang kera setiap hari pula ia membuang kelopaknya sehingga kurus dan kerdil tumbuhnya. Muncul lagi pucuknya ia cubit dan makan. Pisang kura-kura bertumbuh terus dan gemuk karena selalu di pelihara dan memberi pupuk. Tidak lama pisang kura-kura itu berdaun satu, tiga dan seterusnya, sudah besar sekali lagi tinggi dan sudah berbuah. Pisang kera makin hari makin kerdil seperti habis dibakar. Kera berkata, ”Bagimana paman pisang saya tidak mau besar?” Kura-kura menjawab, ”He . . anakku kasihan, engkau tanam dibukit, saya tanam di lembah. Jadi kalau menanam dibukit setiap hari bertambah tinggi dan pisang saya setiap hari bertambah pendek. ”Kera berkata lagi, He . . begitu halnya paman. ”Kura-kura menjawab, ”Ya begitulah. "Pisang kura-kura sudah berbuah. Ia sangat bergembira, sudah lebih sepuluh sisir buahnya Kera berkata, ”Eh . . Paman bagaimana jantung pisangmu itu disimpan saja? ”Kura-kura menjawab, ”Nanti sesudah tidak muncul lagi biji pisang baru diambil. Jadi, dijadikan lagi sayur. ”He . . begitu halnya paman? Kura-kura menjawab, ”Ya begitulah.”

Kera itu pergi melancong ke mana-mana dengan tidak memperdulikan lagi pisangnya karena hampir mati. Ketika tiba kembali pisang kura-kura sudah mulai masak dipohonnya. Kera berkata, ”Mengapa paman mengasah parangnya, ke mana pergi lagi? Kura-kura menjawab, ”Parangku sedang kuasah karena saya hendak pergi menebang kayu untuk membuatkan bibimu sebuah lesung. ”He . . saya juga mau turut paman untuk membantumu. ”Kura-kura menjawab lagi, ’Tidak benar, anakku sayang nanti saya dustai engkau. Saya akan pergi membuatkan alunya bibimu, He . . saya juga paman mau turut. Kura-kura berkata, "Janganlah engkau pergi nanti saya ambilkan juga. He .. Kura-kura menjawab, ”He . . alangkah baiknya kalau saya pergi juga.” Kura-kura berkata lagi, ’Tidak benar anak sayang, saya tidak mau berdusta. Saya akan menengok pisang yang pernah kita tanam dahulu, barangkali sudah tua. Kalau sudah tua akan saya tebang juga, ”He .. marilah kita pergi tanam? Mereka berangkat bersama-sama.


Mereka di tempat pisang itu. Sudah sesisir yang masak. Kera berkata: kalau paman setuju janganlah tebang, kalau ditebang nanti mati semua. Kura-kura menjawab: Jadi bagaimana anakku? Baiklah dipanjat. Kura-kura menjawab lagi: saya sudah tua tidak dapat memanjat. Kera berkata lagi, "Alangkah baiknya paman kalau saya panjatkan. ”Kura-kura menjawab pula, terserahlah engkau. Kera cepat-cepat memanjat dan tidak lama sampai di atas. Kura-kura berkata, ”Wahai kera yang baik jatuhkan untuk saya. ”He . . sebentar, saya coba-coba apakah manis atau tidak. Ketika itu kura-kura timbullah pemikirannya, rupanya ia akan menipu saya. Ia berkata akan coba-coba, lama kelamaan dihabiskan dan tidak akan memberikannya walaupun sepotong.

Ah kera itu akan menipu saya. Pisangnya pun yang sedang tumbuh dimakannya juga apalagi buah pisang yang masak. Benar-benar ia akan menipunya. Kura-kura pergi menebang tebunya lalu diruncing tajam-tajam kemudian dipasangnya. Ia pasang di tempat yang berumput, lalu kembali dengan berkata, ”Wahai kera yang kusayang berikanlah juga saya. Agar saya makan hasilnya. Kera itu menjatuhkan sepotong pisang dan sepotong tainya. Alangkah sakit hatinya kura-kura itu. Timbul pikirannya. Biarlah berdosa asalkan dibunuh karena ia tipu saya, yang payah bekerja dia yang menikmati, ia pergi mengambil setangkai daun sagu, kemudian dipotong dan datang berkata, ”Wahai kera yang kusayang di mana engkau? Kera menjawab Ia masih ada di sini. ”Kura-kura berkata lagi, jagalah pisang kita dan saya pergi dahulu ke sana. Kalau engkau dengar suara yang besar itulah suara anjing manusia. Tetapi kalau mendengar suara kecil itulah suara saya, jikalau lari jangan melompat di tempat yang bersih karena ada ranjauku, melompatlah di rumput itu. Kera menjawab, ”Ya baik paman. Kura-kura itu pergi dengan menyerat setangkai daun sagu sehingga berbunyi kura-kura. Kera mendengar suara kecil, dalam hatinya berkata itulah suara pamanku si kura-kura yang bodoh. Tiada berapa lama kera mendengar suara yang berbunyi besar disertai gonggongan anjing: Ho. . Ho. . Ho. . dalam hatinya berkata, "Itulah suara manusia yang akan membunuh diriku. Kera itu menjatuhkan tenaganya lalu melompat di tempat berumput, ia terkena ranjau dan mati di tempat itu. Kura-kura tiba di tempat itu lalu berkata: Bagus. apa saya katakan bahwa benar-benar engkau menipu saya, maka tertipulah pula engkau sudah mati dan saya sudah beruntung untuk makan daging.

Empat kali ia kembali membawa daging kera itu dirumahnya. Sesudah itu ia pergi mengambil kayu dengan membuat tempat memanggang. Separuh dipanggang, separuh dilemang dan dimasak di periuk. Kepala kera itu dibuang jauh-jauh. Telinganya, telapak tangan, telapak kaki bersama perutnya dan sedikit daging dimasukkan dalam bambu lalu dilemang. Ketika kura-kura sedang berbaring-baring dengan berselimut-rapat, muncullah kera serombongan. Mereka berkata, ”Bukan main paman sedang kerja apa sehingga apinya meluap-luap membubung tinggi. Kura-kura menjawab, ”Hai . . anak aku sayang, saya mendapat rejeki besar. Kera berkata lagi, ”Rejeki apa paman? ”Kura-kura menjawab lagi, "Ranjauku mengena ”Kera berkata pula, ”Apa yang dia kena?” Kura-kura menjawab pula, ”Ha . . Rusa besar yang tanduknya bercabang-cabang. ”Kera berkata lagi, ”Jadi masih ada untuk kami makan? ”Kura-kura menawab lagi, ”He . . mengapa tidak. ”Coba-lihat itu ada yang dipanggang, ada yang dimasak ada yang dilemang. saya sudah puas makan. Justru saya berbaring-baring berhubung terlalu kenyang seolah-olah hendak demam. Serombongan kera itu dipersilakannya dengan berkata, ”Wahai anak-anakku makanlah sepuas-puas. Apa yang kalian ingini seperti yang dipanggang, dimasak dilemang makanlah. Saya tidak akan larang”.

Kera banyak itu mulai mengerumuni daging yang dipanggang. Sesudah habis yang dipanggang, mereka pindah lagi yang sudah dimasak. Habis yang dimasak pindah lagi kepada yang dilemang. Seekor kera betina yang ada anaknya mengambil yang sudah dilemang, lalu pergi makan bersama anaknya. Ketika ia sedang tuang dari bambu keping anaknya berkata: Ibu, coba lihat ini telinganya seperti telingaku, "Ibunya menjawab, ”He . . jangan ribut. Nanti salah pantangan nenekmu. Lihatlah nenekmu itu. Ia berani sekali. ”Anaknya berkata lagi, "Benarkah? ”Ibunya menjawab lagi, ”Jangan ribut, nanti salah pantangannya. Kali lain ia tidak akan memberikan makan lagi. Kelihatan lagi telapak tangan di piring. Anak kera berkata, ”He . . telapak tanganku”. Ibunya berkata, ”Anak ini terlalu banyak-lagaknya. Diberitahu. jangan, nanti merusak pantangan nenekmu. Tidak mau ditegur. Makanlah sampai kenyang "Kelihatan lagi kakinya. Anak kera berkata lagi, ”Hu . . kakiku sama dengan kaki ini. "Ibunya ber-kata, "Lailaha illala anak ini terlalu bicara sombong. Diberi tahu jangan, nanti merusak pantangan nenekmu dan kali lain tidak akan diberi makan.

Sesudah makan mereka berkata, "Paman, kami ini akan meneruskan perjalanan Kura-kura menjawab Ibu baiklah anak-anak yang kusayang. Saya akan membagi-bagikan daging, sudah anak-anak habiskan. "Mereka berkata lagi, "Sudah cukup kami makan. Bagaimana mau diberikan lagi. Mereka berjalan. Kura- kura berseru, "Jalan cepat-cepat nanti dikenangi hujan lebat. Mereka menyahut,: "Apa? Tidak, jalan cepat-cepat nanti dikenangi hujan lebat. "Sementara mereka berjalan kura-kura berseru lagi: "Temanmu yang kalian telah makan "Penghulu mereka bertanya, "Apa yang dikatakan orang tua itu? "Salah satu diantaranya menjawab, "Katanya, kita telah makan teman.

No comments:

Post a Comment