Cerita Rakyat Muna : Kisah Tenggelamnya Suatu Negeri

CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA 
Di Kota Muna

Kisah Tenggelamnya Suatu Negeri
(TULA-TULANO LIWU MOTONUNO)

Pada zaman dahulu di Muna ada datang orang-orang kurang lebih banyaknya tiga puluh rumah tangga dan tiba di pantai kampung mantobua yang bernama Meleura, dengan memakai perahu mereka sendiri masing-masing. Setiba mereka di pantai meleura mereka terus membawa diri menghadap kepala kampung mantobua, sampai dihadapan kepala kampung/mantobua mereka ditanya oleh kepala kampung, ”Kamu orang ini siapa dan dari mana.” Orang-orang pendatang ini menjawab, ”Kami ini adalah orang-rang bajo yang tidak menentu tempat tinggal, di mana saja kami dapat hidup di situ kami tinggal, yang jelas selalu di pantai. Sekarang ini kami diburu-buru oleh bajak laut, yang selalu mengadakan pemburuan di laut. Oleh karena itu sekarang kami angkat dari dan secara kebetulan sekarang kami tiba di pantai meleura. 

Maka dari itu sekarang kami datang menghadap untuk minta izin, sekiranya kami dapat diperbolehkan tinggal di pantai laut meleura, Kepala kampung mentobua berkata, ”Boleh saja kamu orang tinggal di pantai kampung mentobua ini, dengan ketentuan bahwa kami orang tidak boleh bersifat memisahkan diri dengan orang-orang kampung saya, artinya dalam hal tolong menolong untuk kepentingan umum dalam kampung ini, kamu orang harus turut serta.” Jawab orang-orang bajo, "Sekarang kami telah dengar apa yang tuan katakan, jadi apa saja menurut kebiasaan dalam kampung ini tidak mungkin kami akan pisahkan diri.” Lalu kepala kampung berkata lagi, ”Kalau begitu bolehlah kamu orang tinggal di sini.” Dan untuk kelengkapan rumah-rumah, kamu orang boleh saja menebang kayu di pantai Meleura.” Mendengar kata-kata kepala kampung, orang-orang Bajo pendatang ini sangat gembira, sambil minta izin kembali di pantai, maksudnya untuk mereka mengusahakan segala sesuatunya untuk tinggal di pantai Meleura. 

Sesampai mereka di pantai segera mereka pergi menebang kayu di tempat yang telah ditunjukan untuk perumahan mereka. Mengenai makanan, belum menjadi persoalan di saat itu, karena mereka ada membawa bekal makanan agak cukup, tiga bulan mereka berada di pantai Meleura, mereka telah dapat selesaikan perumahan-perumahan yang sangat sederhana. Bulan berganti tahun, lama kelamaan mereka juga sudah tahu bercocok tanam di samping kehidupan mereka sebagai nelayan. Setelah itu mereka juga telah dapat menenun dari hasil kapas yang mereka sendiri tanam, pendek kata apa saja yang mereka lihat pada orang kampung Mantobua, mereka pun coba kerjakan sesuai kemampuan mereka.

Letak tempat tinggal mereka itu kira-kira satu kilo meter dari pantai Meleura atau kurang lebih seribu depa menurut cara perhitungan mereka. Dekat tempat tinggal mereka ini ada sebuah mata air, di mana orang-orang kampung Mentobua mengambil air untuk masak dan minum (air tawar) dan di situ pulalah mereka ini mengambil air. Lama kelamaan mereka tinggal di tempat itu, mereka telah mulai merasakan agak kekurangan makanan. Lalu mereka mufakat untuk mencari tempat pantai lain di mana mereka dapat hidup lebih baik lagi. Suatu waktu mereka bertanya-tanya pada orang-orang kampung Mentobua, berapa kira-kira jauhnya pantai pulau Muna sebelah barat (Meleura ada pantai Timur pulau Muna), mereka diberi tahu bahwa kira-kira hanya perjalanan kaki sehari semalam. 

Lalu pada suatu hari mereka mengutus empat orang untuk pergi meninjau pantai laut sebelah barat Muna dengan membawa bekal yang cukup, dengan persetujuan kepala kampung Mentobua. Karena mereka belum tahu betul keadaan, maka dua hari semalam bahwa mereka tiba sebelah barat pulau Muna, tidak begitu jauh dengan tempat mereka menginap, setelah mereka tiba, ada sebuah mata air berupa danau yang bernama ”Wula moni”. Semalam mereka menginap di pantai barat Muna mereka kembali karena bekal mereka sudah habis, juga mereka tidak melihat tempat yang mereka inginkan. Tiba di tempat mereka tinggal Mentobua Meleura, mereka sampaikan pada kawan-kawan mereka, bahwa dalam peninjauan mereka tidak ada tempat yang memungkin untuk tempat tinggal di pantai barat Muna.

Pada saat mereka yang empat orang ini kembali mereka mengambil air di mana Wulamoni tersebut untuk sekadar minum dalam perjalanan kembali ke pantai Meleura air yang mereka ambil di mana Wulamoni mereka tidak habiskan dalam perjalanan mereka kembali di kampung Montobua. Tiba Montobua, sisa air yang mereka bawa dari pantai barat Muna itu, mereka tumpah dalam tempat air minum mereka di rumah salah seorang dari empat perutusan tersebut bercampur dengan air di Montobua.

Suatu hal yang mengejutkan, bahwa pada saat air dari Wulamoni ditumpah dan bercampur dengan air di Montobua, tiba-tiba terus langit berawan, kemudian turun hujan yang lebat bersama angin yang kencang, padahal waktu itu masih kemarau. Tujuh hari tujuh malam dan angin terus menerus tanpa hentinya sedikit, lalu salah seorang dari empat orang dari pantai barat Muna pergi bertanya kepada kepala kampung Mantobua tentang hujan dalam musim panas saat itu, sambil menceritakan bahwa, pada saat mereka tiba dari peninjauan pantai barat Muna, mereka ada membawa air minum dari danau Wulamoni untuk bekal minum diperjalanan, tetapi tidak habis dan sisanya mereka tumpah dalam tempat air mereka bercampur dengan air di Mantobua ini, dan begitu kami tumpah datang hujan dan angin.

Sementara orang Bajo ini melaporkan dan bercakap-cakap dengan kepala kampung tiba-tiba terdengar kabar bahwa tempat tinggal orang-orang Bajo di pantai telah tenggelam. Begitu kabar dalam kampung tersiar, kepala kampung Mantobua bersama orang-orang kampung lainnya terus pergi mencek kabar itu padahal memang benar, seluruh tempat perumahan orang-orang Bajo waktu itu serta rumahnya bersama orang seluruhnya tenggelam kecuali yang pergi melapor sama kepala kampung dan terus menjadi serupa danau dan terus dinamakan Mantobua. Motonuno yang tenggelam, dan pada saat kepala kampung Mantobua umumkan dalam kampung, bahwa lain kali tidak boleh lagi mempercampurkan kedua jenis air tersebut.

Tenggelamnya Suatu Negeri
Tenggelamnya Suatu Negeri

No comments:

Post a Comment