Di Kota Muna.
Riwayat Turunnya 7 orang bidadari
(TULA-TULANO RATONO FITU GHULU BIDHADHARI)
Pada suatu waktu di Muna turun tujuh Bidadari dihulu sungai yang bernama Fotuno rete. Waktu turunnya bidadari yang tujuh itu, Raja Muna nama La Ode Husein, gelar Omputo Sangia kebetulan sementara mandi di hulu sungai tersebut diatas. Pada saat tibanya tujuh bidadari tersebut terus mereka melihat kiri kanan, kalau-kalau ada orang. Raja Muna La Ode Husein Omputo Sangie yang saat itu sementara mandi terus bersembunyi. Setelah para Bidadari itu tidak melihat orang, maka mulailah mereka membuka pakaian mereka berupa alat terbang lalu mereka turun di air mandi-mandi. Setelah bidadari itu mandi, mereka mulai ambil pakaian masing-masing sambil menari-nari di pinggir sungai.
Pada saat para bidadari ini hendak terbang, Raja Muna La Ode Husein tanpa dilihat, tiba-tiba melompat di tengah-tengah para bidadari, lalu ia memegang satu bidadari sambil berkata: "sekarang saya tidak akan lepaskan lagi kamu untuk kembali, saya akan ambil kamu, untuk menjadi isteri. Siapa yang menyuruh kamu datang dinegeri saya”. Bidadari yang dipegang oleh raja itu menjawab: ”Saya minta maaf, kasihani saya, lepaskan saya: saya ini tidak sempurna karena saya tidak punya kemaluan, karena itu kami bidadari tidak bisa kawin. Asal lepaskan saya, nanti saya mintakan kepada Tuhan, agar kamu beranak yang cantik seperti kami bidadari. ”Mendengar kata-kata bidadari itu, Raja Muna La Ode Husein terus melepaskan bidadari yang sementara ia pegang. Raja Omputo Sangia tersebut sudah lama kawin dengan permaisurinya, tetapi belum pernah mendapat anak.
Tidak lama kemudian setelah Raja tersebut menahan bidadari di sungai fotuno Rete, lalu permaisuri terus mengandung. Pada saat melahirkan, ternyata seorang bayi perempuan dan benar-benar cantik seperti bidadari tetapi tidak mempunyai kemaluan dan ayahnya terus namakan ”Wa ode Kamomono Kamba’” (bahasa Muna: Bunga yang tidak mekar/terbuka). Dua tahun umur Wa Ode Kamomono Kamba, lalu lahir lagi adiknya laki-laki yang diberi nama La Ode Wuna, tetapi ini pun tidak sempurna, yaitu sepotong ular dari kaki sampai pusat, dan sepotong manusia dari pusat hingga kepala, tetapi gagahnya luar biasa. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun Wa Ode Kamomono Kamba sudah jadi gadis dan La Ode Wuna pun sudah dewasa.
Raja dan permaisuri dalam pada itu memberi kehidupan kedua anak tersebut dengan cukup dan sementara itu telah banyak anak-anak muda yang hampir-hampir setiap hari datang berkunjung dengan maksud bertunangan. Kedua, ayah dan ibu menjadi gelisah melihat kehendak anak-anak muda yang datang dalam bentuk bertunangan, malu karena anak gadis mereka tidak sempurna, sedang untuk menyampaikan ke dalam tersebut kepada anak-anak muda yang setiap hari berkunjung tidak mungkin, karena mereka malu. Tidak lain Raja dan Permaisuri hanya berdo’a kepada Tuhan, semoga kedua anaknya ini, pendek umur agar tidak memalukan. Walhasil do'a kedua orang tua diterima oleh Tuhan karena Wa Ode Kamomono Kamba tidak lama sudah itu jatuh sakit lalu kemudian mati.
Saat itu anak-anak muda yang selalu datang berkunjung itu pada kecewa semua, atas kematian manusia bidadari tersebut. Wa Ode Kamomono Kamba dikuburkan di tempat nama Wadolao di kampung Wasolangka. Tinggallah La Ode Wuna yang makin hari makin lebih dewasa tetapi tidak mau keluar rumah karena malu akan keadaan dirinya, tetapi dalam rumah nakal, karena tengah malam selalu mengganggu gadis-gadis yang ia suka dalam rumah. Setelah diketahui oleh ayahnya itu lalu ayah suruh orang-orang kepercayaan dalam kampung untuk pergi menyeberangkan La Ode Wuna keluar pulau Muna dengan jalan diperbodohi/diperdaya.
Maka pada suatu hari orang-orang yang telah ditunjuk itu mengajak pada La Ode Wuna untuk dibawa pergi jalan-jalan dipantai Mantobua untuk bermain perahu-perahu di laut, dan La Ode Wuna terus mau juga, pada hal langsung pergi dibuang dalam sebuah liang dipantai Wakorumba (dimuka pulau Kaholifano sekarang). Liang ini ada hubungan dalam tanah ke Kulisusu, karena tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa orang-orang di sana melihat seorang laki-laki yang gagah sepotong ular, sepotong manusia, menuju daerah Maluku.
Lama kelamaan sesudah itu, bahkan bertahun-tahun lalu suatu waktu terdengar kabar bahwa La Ode Wuna telah berada di Ternate kemudian menyeberang ke pulau Seram langsung di puncak gunung Seram yang menurut berita itu bahwa orang-orang disana melihat seorang laki-laki yang gagah perkasa, tetapi sepotong ular, sepotong manusia dan langsung masuk hutan.
No comments:
Post a Comment