CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA
Di Kota Kendari
TOLOHORU
(Kisah seorang laki-laki benama Tolohoru, penjaga kebun kelapa Raja Penguasa Seberang Laut). (Part 2)
Setelah itu Tolohoru bangun dan melihat ke kiri dan ke kanan, sadarlah ia bahwa ia bermimpi. Kemudian Tolohoru bergegas, tetapi rasanya ia sangat lapar. Sesudah itu ia mengambil parangnya dan pergi,Sementara di perjalanan ia mendengar orang sedang menumbuk padi, lalu Tolohoru segera menuju ke tempat itu. Tidak lama kemudian sampailah ia ke tempat orang menumbuk. Tidak dapat disangkal bahwa orang yang sedang menumbuk itu ialah Tina-Elu, seorang perempuan yatim piatu lagi pula tidak mempunyai saudara kandung. Tolohoru berkata, ”Hai Tie saya mau minta berasmu setengah liter.”
Tina-Elu Dowo menjawab, ’’Lebih baik kamu pulang saja, saya sendiri tidak cukup makananku, apalagi hendak memberi orang lain.”
Tolohoru berkata dengan nada tidak senang, katanya, ”Betul kau tidak mau memberikan berasmu itu padaku.”
Tie menjawab, ”Betul-betul saya tidak akan memberikan, segeralah pulang, kalau raja datang pasti kau dibunuhnya, kalau kau tidak berada di kebun kelapa. Kemudian Tolohoru berkata, “kalau betul-betul Tie tidak mau memberikan, kau akan menyesal.”
”Ah, apa yang akan saya sesalkan kepadamu.” Sementara Tina-Elu Dowo melanjutkan pekerjaannya menumbuk, Tolohoru membaca doa untuk melekatkan orang, ’’Saguniata, saguniata Rabuka Depe.” Pada saat itu juga Tina-Elu Dowo melekat pada lesungnya tidak dapat lagi bergerak. Setelah Tina-Elu melekat pada lesungnya, Tolohoru segera menangkap ayam, mengupas kelapa dan menapi beras. Sesudahnya Tolohoru menyembelih ayamnya. Kemudian dibersihkan bulunya, seterusnya Tolohoru merampas periuk kuningan emasnya untuk menanak nasi.
Tidak berapa lamanya masaklah masakan Tolohoru. Setelah selesai memasak, Tolohoru turun memberitahukan Tina-Elu Dowo katanya, ”Hai Tie kalau kau mau, naiklah rumah dan hidangkan makanan untuk kita makan bersama-sama, kalau kau tidak mau jelaslah kau akan melekat terus pada lesung sampai mati.”
Tina-Elu Dowo berkata, ’’Kalau begitu lepaskanlah saya.” Sementara itu juga Tolohoru membacakan doanya: Sagu¬niata, saguniata Rabuka Loga. Pada saat itu juga terlepaslah Tina- Elu Dowo. Kemudian dia pergi mandi dan sesudah mandi, naiklah ia di rumah mengganti pakaian, baru ia pergi menghidangkan makanan lalu mereka makan bersama-sama.
Sementara mereka makan, Tolohoru berkata, ”Hai Tie sungguh saya tertarik padamu atas kecantikanmu. Kalau kau mau, akan kujadikan istriku.”
Mendengar tawaran Tolohoru, Tie menangis karena hendak ditolaknya ia sudah rasakan akan mujarabnya doa Tolohoru. Terpaksa saja Tie menerima lamaran Tolohoru dan kawinlah mereka.
Pada suatu ketika sesudah mereka kawin, Tolohoru berkata kepada istrinya, ’’Nanti subuh bangunlah dan masakkan makanan, saya hendak pulang menjenguk raja.”
Demikianlah istrinya sangat memperhatikan kata suaminya, sehingga sejak tengah malam Tie sudah bangun mempersiapkan makanan. Tidak berapa lamanya masaklah makanan, terus dihidangkannya. Sesudah terhidang Tie memanggil suaminya datang makan. Sesudah Tolohoru selesai makan lalu makan sirih dan mencari waktu baik, untuk bertolak. Tepat pada waktu subuh Tolo¬horu minta izin pada istrinya katanya, ”Hai Tie, saya akan berangkat. Keberangkatan saya ini tidak akan lama, saya akan datang menjemputmu.”
Sesudah itu Tolohoru lalu mengambil parangnya dan tombaknya serta persiapan sirih pinangnya kemudian berangkat meninggalkan istrinya menuju tempat rajanya. Kedua malam Tolohoru berangkat meninggalkan istrinya, tepat waktu subuh sampailah Tolohoru di rumah raja dan mengintip, bertepatan mereka masih tidur. Ia hendak membangunkan mereka, tetapi ia sangat takut, terpaksa ia membalik di bawah tempat tidur raja lalu mengintipnya.
Kemudian sesaat lamanya terdengarlah olehnya bahwa raja sedang menggauli istrinya. Pada ketika itu Tolohoru terus membaca doanya yang melekatkan apa yang diinginkannya. Selesai dibacanya doa yang berbunyi, ’’Saguniata, saguniata Rabuka Depe,” raja terus melekat di atas perut permaisurinya, raja berusaha lepas sedemikian rupa tetapi tidak berdaya lagi. Sementara itu raja memanggil anaknya yang tertua yang bernama Anawai Sadawa. Seraya berkata, ”Hai Anawai Sadawa, penyakit apakah gerangan yang menimpa kami ini. Selama hidupku di dunia ini baru kami mengalami penyakit seperti ini.”
Dalam kesempatan itu pula Anawai Sadawa datang menarik ayahnya untuk menceraikan dengan ibunya, tetapi sia-sia malahan dia sendiri terlekatkan pula. Terus pula raja memanggil anak yang kedua bernama Anawai Sarungga untuk datang menolong mereka, tetapi dia sendiri demikian halnya. Peristiwa ini sangat menyusahkan hati raja, terus raja membangunkan anaknya yang bungsu bernama Anawai Salaka. Demikian ia bangun langsung lari, datang untuk menolong orang tuanya dan bahkan kakaknya, untung ayahnya segera menahan anaknya katanya, ’’Jangan datang menambali kesusahan dengan penyakit ini. Lebih baik kau pergi sajamemanggil pandai besi.”
Saat itu pula Anawai Salaka pergi dan berlari ke rumah pandai besi. Setiba di rumah pandai besi, dia masih tidur. Langsung Anawai Salaka membangunkan pandai besi. Pandai besi kaget dan bangun tanpa sadar seraya bertanya, ’’siapa di situ?”
Anawai menyahut katanya, ”Saya, saya disuruh raja datang mencarimu.”
”Hai Tie, apa kesalahanku?”
Anawai berkata, ”Kau disuruh datang untuk mendukuni, mereka sedang sakit.”
Pandai besi belum cuci mata sehabis tidur, sudah melompat dan berlari menuju rumah raja, langsung ia masuk di kamar raja. Raja bertanya, ’’Siapa di situ.”
Pandai besi menjawab, ”Saya pandai besi, tuan raja.”
’’Mari ke marilah.”
Pandai besi bertanya pula, ”Di mana sajakah tempat yang sakit.”
Raja bertitah, ’’Disitulah.”
Langsung pandai besi meniup di tentangan kemaluan raja, sehingga menyebabkan pandai besi ikut melekat. Mulut pandai besi tepat melekat pada pantat raja.
Demikian keributan berlangsung muncul Tolohoru bersiul-siul. Bertitahlah raja, sabdanya, ”Hai Anawai Salaka, siapa itu sedang bersiul-siul?” Sahut Anawai Salaka, ’’Tolohoru,” katanya.
’’Beritahukan Tolohoru supaya ia datang mengobati saya. Kalau dapat ia menyembuhkan saya, dialah yang akan memperistrikan Anawai Sadawa, juga akan menggantikan saya menjadi raja.”
Anawai Salaka berkata, ”Hai Tolohoru, kau dipanggil raja untuk mengobatinya mereka. Entah penyakit apa gerangan yang sedang mereka derita.”
Terus Tolohoru datang seraya bertanya, ”Hai tuan raja pe-nyakit apa gerangan yang sedang diderita tuanku.”
Jawab raja, ”Coba-coba obati kami, Tolohoru, kalau kau dapat menyembuhkan kami, kaulah yang akan mengawini Anawai Sadawa, juga menggantikan saya menjadi raja.”
Sahut Tolohoru, ’’Macam saya ini hendak menggantikan raja.”
Raja bertitah pula bahwa biarpun bagaimana kalau ternyata kau yang menyembuhkan saya, kaulah pula yang berhak.”
Tolohoru menyambung perkataan raja seraya berkata, ’’Benar-benarkah tuan raja?”
Jawab raja, bahwa belum pemah mendengar perkataan bahkan perjanjian seorang bangsawan atau raja yang tidak ditepati. Dalam pada itu pandai besi pun menjawab katanya, ’’Kalau Tolo-horu menyembuhkan saya, saya akan berikan parangku satu basung.”
Selesai pandai besi bicara, Tolohoru terus membaca doanya yang berbunyi, ’’Sagunita-sagunita Rabuka Loga.” Pada saat itu pula mereka terlepas dari lekatan tadi. Sesudah itu pandai besi langsung pergi mencuci mulutnya, kemudian pergi memikul satu basung parangnya dan menyerahkan kepada Tolohoru. Tetapi baginda raja segera memerintahkan para budaknya agar mulai pada hari ini mereka mulai mengundang, yakni semua penduduk negeri seberang laut dan enam negeri lainnya.
Setelah itu mereka undanglah seluruh penduduk seperti yang telah ditetapkan oleh baginda raja seberang laut. Sejurus kemu¬dian selesailah pengundangan penduduk negeri seberang laut dan enam negeri lainnya. Kemudian setelah tiba waktu yang telah ditentukan berdatanganlah para undangan. Sementara itu Tolohoru dikawinkan dengan putri sulung baginda raja seberang laut bernama Anawai Sadawa. Sesudah kawin, Tolohoru dilantik pula secara resmi menjadi raja menggantikan mertuanya.
Cerita Rakyat TOLOHORU |
No comments:
Post a Comment