Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara : OHEO (Part 2)

CERITA RAKYAT DAERAH SULAWESI TENGGARA
Di Kota Kendari

OHEO

(Kisah seorang laki-laki jejaka benama oheo penghuni bumi ini kawin dengan salah seorang dari 7 bidadari dari kayangan). (Part 2)

Setelah dia berkata demikian, lalu ia memeluk dan menciumi anaknya itu berulang kali. Kemudian dia meletakkan kem­bali anaknya itu di atas lantai.

Setelah diletakkannya lalu ia melompat bertengger di atas dinding. Pada saat itulah Oheo naik ke dalam rumah. Langsung menangkapnya, tetapi hanya bulu ekor burung nuri yang tercabut. Burung nuri itu telah melompat ke atas loteng bertengger. Dia naik ke atas loteng, tetapi sebelum dia tangkap, burung nuri itu sudah terbang hinggap di atas pohon pinang. Oheo turun dari rumah, lalu memanjat pada batang pinang itu, tetapi baru dia mengambil ancang-ancang akan menangkapnya, sudah terbang hinggap di atas pohon kelapa. Dia pun memanjat pohon kelapa itu, baru dia akan menangkapnya, burung itu lebih dahulu telah terbang membubung tinggi ke angkasa. Dia turun kembali ke tanah, lalu naik ke atas rumah menggendong anaknya yang sedang menangis itu dan turun kembali ke tanah mengadah ke angkasa menengok istrinya yang sementara terbang ke langit, sampai ia lenyap dari pemandangannya. Alangkah sedihnya memikirkan anaknya itu, siapakah lagi yang akan menyusuinya. Dia duduk termenung sambil meratapi anaknya yang sedang menangis meminta disusui. Sudah tidak ada lagi pekerjaan lain yang dapat dikeijakan, selain menggendong dan membujuk anaknya yang sedang menangis terus-menerus itu. Dia sudah kehabisan akal memikirkan, dengan jalan bagaimana supaya dapat menyusul istrinya itu ke kayangan.

Pekerjaannya hanya menggendong anaknya itu dan berjalan keliling ke mana-mana bertanya kepada semua bangsa kawan, berjenis-jenis pohon kayu dan bermacam-macam rotan, kalau-kalau ada yang bersedia mengantarkannya ke kayangan, tetapi satu pun tak ada yang menyanggupinya. Sambil bersedih hati dia berjalan terus entah ke mana dan pada akhimya dia dapat menemukan Ue-Wai sedang berlingkar bertumpuk-tumpuk menggunung. Lalu bertanya kepada Ue-Wai itu katanya, ”Hai Ue-Wai, bersediakah engkau mengantarkan saya ke kayangan?”

Ue-Wai menjawab, ”Saya bersedia mengantarkan, tetapi buatkan dahulu cincin untuk setiap lembar daunku.”

Setelah dia mendengar jawaban dari Ue-Wai itu, lalu dia kembali menempa cincin besi berkeranjang-keranjang banyaknya. Selesai ia menempa cincin itu, lalu diantarkannya kepada Ue-Wai. Kemudian cincin itu diterimanya dan mulailah dia memasang cincin itu pada setiap helai daunnya. Selesai memasang cincin itu, maka berkatalah Ue-Wai kepada Oheo, katanya, ’’Gendonglah anakmu erat-erat dan engkau datang duduk pada tangkai daunku. Berpeganglah kuat-kuat dan tutup matamu rapat-rapat. Jika engkau mendengar bunyi pertama jangan sekali-kali engkau membuka mata. Bilamana engkau mendengar bunyi yang kedua kalinya, bukalah matamu. Setelah ia mendengar perkataan Ue-Wai itu, lalu dia menggendong anaknya erat-erat dan pergi duduk pada tangkai daunnya, berpegang teguh dan menutup matanya rapat-rapat.

Ue-Wai itu mulai tumbuh. Dia tumbuh terus-menerus mengangkasa siang malam. Terdengar bunyi pertama, Oheo masih tetap menutup matanya rapat-rapat. Pada bunyi yang kedua kalinya dia membuka matanya. Ketika itu dia sudah di serambi rumah tempat menumbuk padi Kepala Dewa di kayangan. Dia terus merekahkan lesung yang ada di tempat itu, lalu duduk sambil memangku anaknya.

Sementara putri-putri Kepala Dewa itu berjalan-jalan di dalam istana mereka menengok ke bawah, mereka melihat orang sedang duduk di atas lesung sambil memangku anaknya. Lalu mereka pergi menyampaikan hal itu kepada ayahnya, mereka berkata, ”Sri Baginda, kiranya ada orang di serambi tempat menumbuk padi.” Baginda bertitah, ’’Kalian coba kembali perhatikan orang itu, dari mana asalnya.”


Mereka kembali memperhatikan orang itu, tetapi seorang pun di antara mereka tak ada yang mengetahuinya. Lalu me­reka kembali memberitahukan ayah mereka, bahwa tidak mengenal orang itu. Mungkin orang itu berasal dari bumi (dunia tengah). Lalu baginda menyuruh Anawaingguluri pergi melihatnya, kalau-kalau orang itu adalah Oheo. Lalu Anawaingguluri pergi menengok ke bawah, dilihatnya Oheo bersama anaknya. Dia kembali menyampaikan kepada ayahnya bahwa orang itu adalah Oheo bersama anaknya.

Baginda lalu bersabda, ’’Kalian beritahukan padanya, jangan sekali-kali dia langsung naik ke dalam istana, kecuali dia sudah selesai menebang batu besar itu sampai rebah.” Sementara Oheo duduk termenung berpikir, datanglah seekor babi bertanya kepadanya, katanya, "Oheo, apakah yang engkau susahkan?” Lalu Oheo menjawab, ’’Walaupun saya memberitahukan kepadamu, engkau tak akan mampu mengerjakannya.” Kembali babi itu berkata, ’’Sekalipun saya tidak dapat mengerjakannya cobalah ceritakan, saya ingin mendengarnya.” Oheo menjawab, ’’Baginda menyuruh saya menebang ba­tu besar itu.” ”Oh mudah saja itu”, kata babi, ’’nanti malam akan kugali sekeliling batu itu. Pagi-pagi sekali engkau pergi saja mendorong batu itu supaya jatuh’'

Cerita Rakyat : OHEO
Cerita Rakyat : OHEO

No comments:

Post a Comment